Propertiaset.com – Tentang Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), banyak pertanyaan sering muncul, dan pemahaman yang baik tentang topik ini sangat penting bagi mereka yang terlibat dalam investasi properti atau transaksi properti di Indonesia.
Terdapat berbagai macam pertanyaan menarik mengenai Sertifikat Hak Guna Bangunan mulai dari pengertian sampai dengan biayanya.
Artikel ini akan mengulas secara lengkap mengenai Sertifikat Hak Guna Bangunan untuk menjawab berbagai pertanyaan terkait Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).
Baca Juga: 15 Model Rumah 6×8 Biaya 30 Juta dan Tipsnya!
Sertifikat Hak Guna Bangunan Itu Apa?
Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) adalah dokumen yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk memiliki, menguasai, dan memanfaatkan tanah dan bangunan yang berada di atasnya untuk jangka waktu tertentu. Sertifikat ini merupakan salah satu bentuk hak atas tanah yang ada di Indonesia.
Berikut adalah beberapa hal penting yang perlu Anda ketahui tentang Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB):
- Jangka Waktu: Sertifikat HGB memiliki jangka waktu tertentu, yang biasanya berkisar antara 20 hingga 30 tahun. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, pemegang HGB dapat memperpanjangnya.
- Pemanfaatan: Pemegang Sertifikat HGB memiliki hak untuk memanfaatkan tanah dan bangunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemanfaatan ini dapat berupa pembangunan, penyewaan, atau penggunaan lainnya.
- Alih Hak: Pemegang Sertifikat HGB dapat mentransfer atau menjual haknya kepada pihak lain. Proses transfer ini melibatkan perubahan pemilik dalam sertifikat HGB yang bersangkutan.
- Pembayaran Hak: Pemegang Sertifikat HGB biasanya harus membayar biaya kepada pihak yang memiliki hak atas tanah tersebut. Biaya ini dapat berupa pembayaran sewa atau royalti yang disebut dengan Uang Sertifikat Hak Guna Bangunan (U-SHGB).
- Hak Terbatas: Hak atas tanah yang diberikan melalui Sertifikat HGB adalah hak yang terbatas jika dibandingkan dengan hak atas tanah yang diberikan melalui Sertifikat Hak Milik (SHM). Pemegang HGB tidak memiliki hak penuh atas tanah tersebut dan harus tunduk pada berbagai peraturan yang berlaku.
Sertifikat Hak Guna Bangunan biasanya digunakan untuk lahan yang berada di dalam kawasan perkotaan atau komersial. Sertifikat ini dapat menjadi dasar hukum untuk melakukan investasi, pembangunan, atau transaksi properti di Indonesia.
Sertifikat HGB atas nama siapa?
Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama individu atau entitas hukum tertentu yang memiliki hak atas tanah dan bangunan tersebut. HGB dapat diberikan kepada pemilik tanah (perseorangan atau badan hukum) atau kepada pihak lain yang memiliki hak untuk memanfaatkan tanah tersebut, seperti dalam kasus pengembang properti atau perusahaan yang membangun proyek di atas tanah tersebut.
Jadi, Sertifikat HGB bisa atas nama:
- Perseorangan: Jika seorang individu memiliki hak atas tanah dan bangunan, maka Sertifikat HGB akan atas nama individu tersebut.
- Badan Hukum: Jika suatu perusahaan, organisasi, atau badan hukum memiliki hak atas tanah dan bangunan, maka Sertifikat HGB akan atas nama entitas hukum tersebut.
- Pihak Ketiga: Dalam beberapa situasi, Sertifikat HGB dapat diberikan atas nama pihak ketiga yang memiliki hak penggunaan atau pengelolaan tanah tersebut, seperti pengembang properti yang sedang membangun proyek.
Nama yang tercantum pada Sertifikat HGB akan mencerminkan pemilik atau pihak yang memiliki hak atas tanah dan bangunan tersebut sesuai dengan perjanjian atau peraturan yang berlaku.
Apakah sertifikat hak guna bangunan bisa menjadi hak milik?
Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di Indonesia merupakan hak atas tanah yang bersifat terbatas. Meskipun pemegang HGB memiliki hak untuk memanfaatkan tanah dan bangunan selama jangka waktu tertentu, sertifikat HGB itu sendiri tidak dapat diubah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), yang merupakan bentuk hak penuh atas tanah.
Untuk mendapatkan Sertifikat Hak Milik (SHM), proses yang berbeda diperlukan. Umumnya, ini melibatkan pemegang HGB yang ingin mengubah statusnya menjadi pemegang SHM untuk mengajukan permohonan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Proses ini juga melibatkan pembayaran sejumlah biaya dan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi.
Pemegang HGB biasanya dapat mengajukan permohonan konversi ke SHM jika:
- Masa berlaku HGB telah mencapai batas tertentu yang ditetapkan oleh peraturan daerah setempat.
- Pemegang HGB telah memenuhi semua kewajiban, seperti pembayaran uang Sertifikat Hak Guna Bangunan (U-SHGB) dan pajak properti.
- Pemegang HGB telah mematuhi semua peraturan dan persyaratan yang ditetapkan oleh otoritas setempat.
Berapa lama jangka waktu HGB?
Jangka waktu Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dapat bervariasi, tergantung pada perjanjian yang dibuat antara pemegang HGB dan pemilik tanah, serta ketentuan yang berlaku di daerah setempat. Namun, biasanya, jangka waktu HGB adalah antara 20 hingga 30 tahun.
Setelah jangka waktu tersebut berakhir, pemegang HGB dapat memperpanjangnya, biasanya dengan membayar biaya tertentu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau pihak berwenang setempat.
Selain itu, peraturan mengenai jangka waktu HGB juga dapat berbeda-beda di setiap daerah di Indonesia, sehingga penting untuk memeriksa ketentuan lokal dan berkonsultasi dengan BPN setempat atau ahli hukum properti jika Anda memiliki pertanyaan khusus mengenai jangka waktu HGB untuk suatu properti tertentu.
Berapa biaya notaris dari HGB ke SHM?
Saat Anda mengubah status Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi Hak Milik (SHM), ada beberapa biaya yang perlu Anda siapkan. Berikut adalah rinciannya dilansir dari medcom.id:
- Biaya Pendaftaran: Biaya pendaftaran ini sebesar Rp50 ribu jika luas tanah yang akan diubah statusnya tidak melebihi 600 meter persegi.
- BPHTB (Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan): BPHTB dihitung dengan rumus 2 persen x (Nilai Jual Objek Pajak) – NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) atau NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) yang tidak kena pajak. Nilai ini akan bervariasi tergantung pada nilai properti yang akan diubah statusnya.
- Biaya Notaris (Pejabat Pembuat Akta Tanah – PPAT): Biaya notaris untuk proses konversi HGB menjadi SHM biasanya berkisar sekitar Rp2 juta, tetapi ini dapat bervariasi tergantung pada notaris yang Anda pilih.
- Biaya Pengukuran: Biaya pengukuran tanah mungkin diperlukan untuk memastikan data yang akurat sehubungan dengan perubahan status properti. Biaya ini akan bergantung pada kompleksitas pengukuran dan profesional yang Anda sewa untuk melakukannya.
- Biaya Konstatering Report: Biaya ini mungkin diperlukan jika diperlukan pemeriksaan lebih lanjut terkait properti yang akan diubah statusnya. Besar biaya ini dapat berbeda-beda tergantung pada kebutuhan spesifik Anda dan konsultan yang Anda pilih.
Penting untuk diingat bahwa biaya ini dapat bervariasi berdasarkan lokasi geografis, nilai properti, dan profesional yang Anda libatkan dalam proses konversi. Oleh karena itu, sebelum memulai proses konversi HGB menjadi SHM, sebaiknya Anda konsultasikan dengan notaris atau instansi yang berwenang setempat. Hal ini untuk mendapatkan perkiraan biaya yang lebih akurat sesuai dengan situasi Anda.
Baca Juga: 15 Model Plafon PVC Mewah [Terlengkap 2023]
Kelebihan dan Kekurangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)
Kelebihan | Kekurangan |
1. Akses Properti: HGB memungkinkan pemegangnya untuk memiliki dan memanfaatkan tanah dan bangunan untuk jangka waktu tertentu. Ini memberikan akses fisik dan kontrol atas properti tersebut. 2. Investasi Properti: HGB dapat digunakan sebagai dasar untuk berinvestasi dalam properti, seperti membangun atau mengembangkan bangunan yang berpotensi menguntungkan. 3. Transaksi Properti: HGB dapat digunakan dalam transaksi properti, memungkinkan pemegangnya untuk menjual, menyewa, atau mentransfer hak tersebut kepada pihak lain. 4. Jangka Waktu: HGB memiliki jangka waktu tertentu, yang dapat memberikan fleksibilitas dalam perencanaan jangka panjang. | 1. Hak Terbatas: HGB adalah hak terbatas atas tanah dan bangunan jika dibandingkan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM). Pemegang HGB tidak memiliki hak penuh atas properti tersebut. 2. Biaya dan Pajak: Pemegang HGB harus membayar uang Sertifikat Hak Guna Bangunan (U-SHGB) dan pajak properti, yang dapat menjadi beban finansial. 3. Jangka Waktu Terbatas: Jangka waktu HGB yang terbatas bisa menjadi kekurangan jika pemegangnya ingin memiliki hak yang lebih kuat dan jangka panjang atas properti. 4. Perpanjangan: Setelah jangka waktu HGB berakhir, pemegang HGB perlu memperpanjangnya dengan membayar biaya tambahan dan memenuhi persyaratan tertentu. 5. Resiko Hukum: HGB dapat tunduk pada peraturan dan perubahan hukum setempat yang dapat memengaruhi hak pemegangnya. |
Nah, itulah penjelasan lengkap seputar sertifikat Hak Guna Bangunan yang penting dimengerti. Apalagi jika Anda bekerja di dunia properti atau setidaknya melakukan jual beli properti.